Kamis, 09 Februari 2017

Rugi Kalo Anti Daun Pepaya

Manis jangan lekas ditelan, pahit jangan lekas dimuntahkan.

Peribahasa Indonesia yang satu ini memang sering kita dengar. Kalau aku sih yes, kamu?
Peribahasa ini mengingatkan kita agar lebih berhati-hati bahwa tak selamanya yang manis itu baik dan yang pahit itu buruk. Manis yang tak baik misalnya kata-kata manis, janji manis, harapan manis, buaian manis, apalagi jika semuanya hanyalah palsu belaka. Uuups. Mengkonsumsi makanan dan minuman manis secara berlebihan juga tak baik, bisa gendut, bisa gupis, gigi berlubang, terkena diabetes, kencing manis, dan gangguan kesehatan lainnya seperti disemutin karena saking manisnya, hehe. Hal-hal pahit yang ada di hidup kita, meskipun pahit (yaiyalah) terkadang justru bermanfaat, seperti obat, kritikan, nasehat, komentar nyinyir para haters, dan sebagainya. Asalkan kita mau lebih ikhlas menerima dan mengambil hikmah yang ada, niscaya dapat memperbaiki pribadi dan kehidupan kita.

Semenjak Bu Lik ku mengidap diabetes dan tubuhku mendadak semok, aku jadi lebih berhati-hati soal konsumsi gula dan makanan-minuman manis. Aku lebih memilih sumber manis dari buah atau sayuran, itupun dengan jumlah terbatas. Kalau memang sedang ingin yang manis-manis paling aku mantengin suami, eh :D. Untuk hal-hal manis bisa dibilang aku sudah cukup berhati-hati untuk tidak lekas menelan, sayangnya untuk hal-hal pahit yang sebenarnya bermanfaat aku masih ogah-ogahan dan cenderung anti. Ngapain nyari yang pahit? Nyiksa lidah banget sih! Begitu pikirku.

Setelah menikah, aku dan suami curhat-curhatan soal makanan dan minuman yang bisa/suka dan tak bisa/tak suka untuk dimakan, biar mengurangi perang dunia antara kita berdua. Aku hampir suka semua makanan yang penting tidak pahit, tidak aneh, dan tidak nyleneh. Dan saat kami makan berdua, nyatanya cukup banyak makanan yang tak bisa/tak suka masuk ke mulutku, terutama sayuran, soalnya rasa klorofil, hahaha. Selama ini aku makan sayuran bukan karena aku suka, tapi karena aku tahu tubuhku butuh. Jadilah aku hanya bisa makan beberapa dan akan aku hindari jika bisa memilih sayuran yang aku ikhlas memakannya. Untuk menyiasatinya biasanya harus dibantu dengan bumbu, lauk, atau aneka sambal saat menyantapnya.

Bagaimana dengan suami? Dia penggila sayuran. Asal ada sayuran, dapur aman. Entah bagaimana caranya, dia begitu menikmati saat-saat sayuran masuk ke dalam mulutnya. Lagi-lagi, kebiasaan suami yang ingin ku tiru, love you yang. Saat aku mulai menolak sayuran dengan bangganya dia akan berkata, "makan sayur lho sehat, dan berasa banget di badan. Kulit jadi kenceng dan muluuus," bujuknya sembari memperlihatkan kulit mulusnya macam sales produk kecantikan. Uuups, maafkan daku sayang. Dan memang, aku kalah mulus, huhuhu.

Tak mau kalah mulus dari suami, aku mulai memaksakan diri merutinkan makan sayur setiap hari. Tak lupa sedia mayones, biar apapun sayurnya rasanya tetap mayones. Hahaha. Meskipun sudah berlatih agar suka sayur, aku masih tetap ogah-ogahan makan sayur yang pahit seperti daun pepaya. Aku orang yang gampang trauma akan sesuatu, sekalinya terasa pahit, suatu hari disuruh coba lagi pasti langsung ngibrit. Meskipun sudah dirayu-rayu, dbujuk-bujuk, dibilang itu tidak pahit, aku akan tetap jawab NO. Tak mau ambil resiko.

Lagi-lagi aku berubah setelah menikah. Sebagai istri yang ingin membahagiakan suami, aku mulai melunak. Mau merubah atau memperbaiki diri untuk kebahagiaan suami yang otomatis menjadi sumber kebahagiaanku juga. Ceritanya aku punya masalah dengan kebasahan. Kebasahan ini terjadi saat ada rangsaan seksual dan normal sebagai pelumas saat ikeuh ikeuh berhubungan suami-istri. Namun, jika kebasahan ini berlebihan dapat mengurangi kenikmatan, apalagi mitos yang dijual produk kewanitaan kan makin keset makin ... (isi sendiri). Inginku kebasahanku yang berlebih ini ditanggulangi dengan cara alami. Setelah nanya-nanya mbah google sampailah aku pada khasiat daun pepaya yang dipercaya mampu menjawab masalahku. Daun pepaya? Oh my God! Bisa gak ya daun pahit itu ku telan? Huhuhu. Akhirnya, demi diri sendiri dan suami, bismillah aja deh. Aku beranikan diri membeli seikat daun pepaya. Dengan resep ala-ala, bukan dari mana-mana, hanya insting saja, hari ini aku berhasil masak daun pepaya tanpa pahit. Yeay! Akhirnya aku bisa makan daun pepaya! Alhamdulillah, prestasi ini! :D


Sebelum kuceritakan bagaimana cara mengolah daun pepaya tanpa pahit, kita omongin dulu kandungan dan khasiat daun pepaya. Daun pepaya ternyata punya seabrek manfaat. Bisa bikin sehat dan cantik. Hasil ngintip di om Wiki, daun pepaya memiliki kandungan gizi yang cukup beragam diantaranya vitamin A 18250 SI, vitamin B1 0,15 miligram per 100 gram, vitamin C 140 miligram per 100 gram daun pepaya, kalori 79 kal per 100 gram, protein 8,0 gram per 100 gram, lemak 2,0 gram per 100 gram, hidrat arang/karbohidrat 11,9 gram per 100 gram, kalsium 353 miligram per 100 gram, dan air 75,4 gram per 100 gram. Daun pepaya juga mengandung carposide yang dapat berfungsi sebagai obat cacing. Daun pepaya mengandung zat papain yang tinggi sehingga menjadikan rasanya pahit, namun zat ini justru bersifat stomakik yaitu dapat meningkatkan nafsu makan.

Daun Pepaya yang bercita rasa pahit ini dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit, diantaranya:
  • Batu Ginjal, caranya beberapa lembar daun pepaya dicuci bersih lalu direbus, kemudian air rebusan tersebut diminum dan diakhiri dengan meminum air kelapa muda (namun, bagi yang mengidap hipertensi tidak diperkenankan menggunakan metode ini).
  • Malagizi (gejala kekurangan gizi pada balita), caranya daun pepaya ditumbuk bersama daun dadap serep, dan kapur sirih kemudian dipergunakan sebagai bedak dan dioleskan pada perut si penderita.
  • Sakit perut pada waktu haid, caranya 1 lembar daun pepaya ditumbuk bersama dengan buah asam dan garam lalu ditambahkan air masak, campuran tersebut kemudian diperas, disaring dan diminum pada saat haid.
  • Disentri, caranya 2 lembar daun pepaya direbus dalam 1 liter air bersama dengan 1 sendok teh bubuk kopi, lalu disaring dan diminum satu cangkir per hari.
  • Diare, caranya daun pepaya direbus bersama dengan minyak kelapa, lalu daun pepaya yang layu tersebut ditempelkan pada perut penderita.
  • Membasmi cacing perut, caranya daun pepaya direbus dalam 2 gelas air bersama dengan adas pulowaras sampai mendidih, lalu air rebusan tersebut disaring dan diminum setiap malam sebelum tidur.
  • Mengatasi keputihan, caranya 1 daun pepaya yang telah dicuci bersih direbus dalam 1,5 liter air bersama 50 gram akar alang-alang dan pulasari, kemudian air rebusan tersebut disaring dan diminum setiap hari satu kali.
  • Mengatasi jerawat, caranya 2-3 helai daun pepaya yang sudah tua dijemur kemudian dihaluskan dan ditambahkan air kemudian sari daun pepaya tersebut dioleskan pada bagian yang berjerawat.
  • Mengatasi noda hitam di wajah, caranya daun pepaya dihaluskan dengan cara ditumbuk ataupun diblender dan ditambah air, kemudian air sari daun pepaya tersebut dicampurkan dengan masker dan dioleskan pada wajah, setelah 15 menit wajah dibasuh dengan air hangat sampai bersih.
Masih info dari om Wiki, cara pengolahan agar daun pepaya tidak pahit adalah dengan mencampurkan dengan daun jambu biji atau daun singkong. Aku sendiri menggunakan campuran daun bayam dan berhasil. Aku memasaknya dengan cara dikukus. Kalau tidak ada stok daun lain sebagai campuran, dapat juga ditambahkan mentega dan gula pasir secukupnya. Bisa juga dimakan dengan bantuan mayones bagi yang suka. Semoga bermanfaat ^^


Bali, 9 Februari 2017

Selasa, 07 Februari 2017

(Ngomongin Film) Eungyo

Menjadi tua tak menghalangimu untuk jatuh cinta.


Sungguh kasian. Begitulah kesan mendalam yang ku rasa sepanjang menonton film Eungyo atau A Muse. Bagaimana tidak, cinta hadir tapi tak bisa kau miliki.
Adalah Profesor Lee Juk-Yo (70 tahun), seorang penulis puisi nasional –setara peraih nobel, jatuh cinta pada gadis belia usia tujuh belas tahun bernama Eungyo. Apakah itu cinta atau nafsu belaka?
Jatuh cinta di usia senja dengan gadis yang menganggapmu sebagai kakeknya hanya akan menjadi skandal. Itulah yang kerap dilontarkan Seo Ji-Woo, murid sekaligus asisten Prof. Lee yang selama ini mengabdi dengan setia.
Menjadi tua mebuat Prof. Lee dicuri berkali-kali dan itu dilakukan oleh muridnya sendiri. Seo Ji-Woo tak hanya mencuri karya Prof. Lee, tapi juga cintanya pada Eungyo.
Karena film ini film festival, aku tak menyarankan kau untuk menontonnya karena adegan plus-plus hadir dengan cukup vulgar. Jadi kuceritakan saja ya. Tapi rangkumannya sudah ku tulis, apalagi yang ingin kau tahu? Bagaimana dengan alasan kenapa aku menonton film ini? Hehe.

Ini semua karena drama Goblin. Pemeran utama wanita berhasil mencuri perhatianku dan wow dia menang empat penghargaan film karena sebuah judul film. Jadilah aku penasaran, lalu aku mencari trailernya. Film yang menarik sepertinya, tapi tak langsung ku tonton. Barulah saat luang, aku menonton. Dan itu meninggalkan kesan yang mendalam: Menjadi tua dan sendiri. Dua hal paling menakutkan yang tak mau ku bayangkan. Kalau memang harus tua, aku tak mau sendiri. Aku ingin tetap bersama orang-orang terkasihku, terutama suami yang belakangan membuatku jatuh cinta.

Kembali ke film Eungyo. Bagaimana dengan si gadis Eungyo? Menurutku dia adalah gadis kesepian yang tak mendapat kedamaian hati di rumahnya. Dia seperti bermasalah dengan ibunya dan seperti kehilangan sosok ayah, tak terlalu diceritakan secara detail di film, tapi tingkahnya menunjukkan bahwa ia haus kasih sayang. Alhasil tingkahnya sedikit menggoda. Pantas saja dia menang empat penghargaan, selain aktingnya yang memang ciamik, dia sangat sangat berani (buka-bukaan), tapi sajiannya tetap indah. Puisi tentang Eungyo yang dibuat Prof. Lee mau tak mau akan turut membuatmu merasakan cinta itu, indah. Sayang, Eungyo mengira bahwa penulis puisi itu adalah Seo Ji-Woo, dia jatuh pada hati yang salah.

Mungkin dari semua tulisan di atas aku seperti menaruh kebencian yang sangat pada Seo Ji-Woo, memang! Hahaha. Seo Ji-Woo sebenarnya juga sosok kesepian. Kekagumannya yang besar pada profesornya membuatnya terjebak. Ia yang seorang engineer memaksakan dirinya mengikuti jejak idolanya. Dia harus bertanggung jawab atas hadiah Prof. Lee, novel atas namanya menjadi best seller. Kebanggaan seperti apa yang bisa kau rasakan untuk karya orang lain? Ditambah puisi yang ia curi pun menjadi pemenang award tahunan. Bertambah lagi beban yang ia rasakan. Ia sukses, kaya, dan terkenal, tapi tak damai, untuk apa? Mungkin perasaan-perasaan seperti itu yang dirasakan koruptor kaya, pegawai nyogok, artis plagiat, dan pemimpin hoax. Mungkin sih, terutama kalau nuraninya masih ada. Kalau nurani sudah hilang entah kemana, mungkin bisa tertawa dan tidur nyenyak tanpa merasa berdosa. Selama ini Seo Ji-Woo mengabdikan dirinya, tapi ternyata yang ia lakukan tak pernah tulus. Ah, benar-benar tokoh yang paling menyebalkan. Pantas saja Prof. Lee sampai merencanakan pembunuhan atasnya. *evil laugh

Bagaimana nasib ketiga tokoh di akhir film? Tragis. Jangan tonton! Wkwkwk
Sekedar informasi, usia pemeran Prof. Lee saat memainkan peran ini adalah 35 tahun. Make up artisnya memang juara. Di film ini ada saat-saat Prof. Lee membayangkan menjadi muda kembali, lalu bermain kejar-kejaran dengan pujaan hati. So sad, andai kau masih muda kek.

Setelah menonton film ini, pikiranku sampai pada kisah Rasulullah saw saat menikahi Aisyah ra. Meski tak bisa dan tak boleh disamakan atau bandingkan, beberapa riwayat mengatakan bahwa saat itu usia Aisyah masih belia sementara Rasulullah sudah lebih dari setengah abad (masih kontradiktif tentang usia sebenarnya saat Aisyah menikah) dan tak masalah. Jelas berbeda memang, hanya kepikiran saja, sepertinya masyarakat saat ini masih suka menjadikan cibiran ketika ada pria berumur menikahi gadis belia. Padahal kan kata pak ustad menikahi gadis belia bisa membuat seorang pria awet muda (belum nyari riset ilmiah, jangan mudah percaya ;p).


Bali, 7 Februari 2017

(Ngomongin Film) 12 Angry Men

Satu lagi judul film rekomendasi suami yang ku tonton hari ini. Meski suami sudah nonton, seperti biasa dia akan tetap ada di sampingku, ikutan nonton dan ya sesekali berkomentar. Baiknya, ia bisa stay cool tak bergeming kalau aku mulai nyericis bertanya-tanya yang sebenarnya tidak terlalu membutuhkan jawaban yang justru aku akan marah kalau sampai spoiler, wkwkwk. Kece memang! Sayang, maafkan daku....

Judul filmnya adalah 12 Angry Men. Ada yang sudah nonton?


Film hitam putih produksi tahun 1957 ini hanya punya satu setting utama: ruangan kecil dengan 1 meja, 12 kursi (ada wc sepertinya), dan tentu saja 12 pria 'marah' dengan berbagai macam latar belakang di dalamnya. Kedua belas pria ini adalah juri sebuah persidangan yang akan memutuskan bersalah tidaknya seorang anak laki-laki usia 18 tahun atas tuduhan pembunuhan terhadap ayahnya. Jika dinyatakan bersalah, anak ini akan di hukumi mati di atas kursi listrik.

Langkah awal penentuan keputusan dilakukan dengan cara voting. Sebelas juri menyatakan bahwa anak tersebut bersalah karena memang semua bukti dan saksi menyatakan demikian. Namun ada seorang juri yang ragu (di akhir film diketahui namanya Davis), apakah anak ini bersalah atau tidak. Dari sinilah film memulai intriknya. Adu argumen, analisa, emosi, 'main' detektif-detektifan, gebrak-gebrak meja terjadi di ruangan tersebut.

Durasi sekitar 100 menit dengan hanya satu setting utama tak membuatku bosan menonton film ini. Film ini sangat cerdas dengan dialog-dialog yang cerdas. Film ini mengulik hati nurani manusia untuk tidak semena-mena atau asal-asalan dalam memutuskan suatu perkara. Apalagi ini menyangkut nyawa manusia. Film ini mengajak penonton untuk belajar memahami sesuatu secara mendalam dan tidak hanya melihat dari satu sudut pandang.

Melihat hanya dari satu sudut pandang hanya akan membuatmu percaya bahwa sudutmu lah yang paling benar, tapi kau mungkin akan kehilangan kebenaran yang lain.

Bagaimana akhir film ini? Silahkan tonton sendiri ^^


Bali, 2 Februari 2017

Kamar 203 Jadi Saksi Kami

Kamar 203 jadi saksi kami berdua berdialog, bertukar pikiran, saling bully, saling debat, saling belajar, bahkan saling xxx. Tak melulu soal cinta, malah kami jarang membicarakannya, lebih suka praktik sepertinya, uups. Kami senang membahas isu-isu terkini. Pokoknya meski kebanyakan waktuku kini jadi istri rumah tangga (semoga segera naik level jadi ibu rumah tangga, amin) komitmenku, aku musti up to date dan berwawasan. Ngaha banget :p



Dialog-dialog kami menyoal agama, ekonomi, politik dan pemerintahan, keluarga, dan rencana masa depan bersama. Aku senang suamiku adalah orang yang cerdas dan berwawasan. Brainy is really sexy. Dia semakin tampan saat menampilkan kecerdasannya. Aku beberapa kali melongo tercengang mendapati bahwa ada banyak hal yang belum ku ketahui. Kadang hal yang baru ku ketahui itu menakutkan. Entahlah, sepertinya selama ini bukannya aku tak tahu, aku hanya menolak untuk tahu. Terbaca naif, ya memang, demikianlah aku. Selama ini aku hanya ingin percaya bahwa dunia dan kehidupan ini indah, putih, dan manis. Aku lebih senang menarik hal-hal baik dan orang-orang yang menurutku baik ke dalam lingkaran kehidupanku. Aku tak mau menambah masalah.

Semakin berdialog dengan suami, aku mendapati bahwa diri ini adalah orang yang sangat egois, apatis, dan hanya mementingkan kebahagiaan dan kesuksesan sendiri. Benar-benar sosok individual. Alhamdulillah Allah menjodohkanku dengan suamiku. Aku belajar banyak. Sungguh, dia adalah orang baik yang ingin ku tiru. Dan karena dialog-dialog kami begitu seksi, sayang jika tak ku bagi. Karena itu aku sengaja membuat laman khusus "Debat Kasur".

Dialog antara aku dan suami lebih banyak terjadi di atas kasur. Saat isu diajukan, awalnya tentu aku sengaja memposisikan diri sebagai oposisi. Karena itu bila kau tetangga kamar kami, dialog yang kami lakukan bisa terdengar sebagai debat. Tapi aku jamin itu bukan debat kusir, tapi debat kasur. Hanya pikiran kami yang memanas, hati tidak. Toh seringkali kami melakukannya sambil berpelukan. Aku masih membawa gaya reporterku, tak jarang aku sengaja mengintimidasi, hahaha. Maafkan aku sayang. Kau benar-benar tampan saat berargumen. Aku hanya ketagihan menyelami dalamnya pikiranmu.

Jadi, apa topik debat kasur kita malam ini?



Bali, 7 Februari 2017

Sabtu, 04 Februari 2017

"Suami, Pergilah Bersama Teman-temanmu! Bahagiakan dan Mudakan Dirimu!"

Kalau tulisan Bapaknya Jiwo yang viral itu adalah mengizinkan istrinya untuk 'cuti' dan berlibur dari rutinitas peran istri dan ibu, aku tak mau kalah: menyetujui suami menggunakan waktu off nya untuk dihabiskan bersama teman-temannya. Oiya, aku sudah punya suami lho sekarang (#bangga). Nanti-nanti ku ceritakan insyaallah. Karena sudah menyetujui begini nanti akan ada media yang nyebut aku istri idaman macam Bapaknya Jiwo yang jadi suami idaman gak ya? (Hehe, ngarep yang kebangetan ini)

Meski berat hati karena setelah menikah aku yang memonopoli waktu off suami, aku rapopo. Bukankah dengan begitu aku jadi punya waktu untuk menulis lagi setelah blog ini hiatus tak terurus bertahun-tahun? Selain itu, aku jadi bisa melakukan me time: nonton, layah-leyeh, dan ngeluyur ke tempat yang aku ingin datangi sendiri. Tentu tak lupa dengan izin dan laporan ke suami.

Aku sadar bahwa sebelum ada aku di kehidupan suami, pacar suami selain mama ya teman-temannya. Mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan suami. Mereka menemani, melindungi, membantu dan mendukung suami selama ini dan akan demikian seterusnya. Sementara aku, bisa dibilang adalah new comer yang tiba-tiba menyita mayoritas pikiran, hati, dan waktunya. Rasanya aku tak punya hak untuk melarang-larang suami berkegiatan bersama teman-temannya. Jadi, ku biarkan saja suami pergi. Biar tetap laki dan muda. Kalau kata suami sih biar aku tahu betapa ngangeninnya suamiku itu. Percaya diri sekali dia, tapi memang benar demikian adanya. Kan setiap ditinggal kerja juga aku sudah dan selalu kangen.

Suami gemar menceritakan teman-temannya kepadaku. Jadi aku tahu hampir semua teman-temannya, baik laki-laki maupun perempuan dan sejauh apa kedekatan mereka. Kalau pun aku belum bertemu langsung, minimal aku sudah pernah mendengar ceritanya atau sekedar melihat fotonya. Jadi, AMAN.



Untuk suamiku,

Sayang, pergilah bersama teman-temanmu!
Bahagiakan dan mudakan dirimu!
Tak usah kau risau tentang aku, aku rumahmu, tempat kembalimu,

Sayang, pergilah jelajahi dunia!
Bersama teman, nikmatilah senja,
Berlarilah di antara pasir dan ombak, lalu berenanglah bersama damai,

Sayang, pergilah kemana ilmu berkumpul!
Perluas wawasan dan kebijaksanaan,
Lalu segera pulang, temui aku yang sudah merinduimu.

Salam kangen dari istrimu, mmmuach!

Bali, 4 Februari 2017