Senin, 08 Desember 2014

Waspadai Fixed Mindset, Belenggu Si Juara Kelas

Kita mungkin pernah bertanya-tanya, kemana teman-teman kita yang dulu sering menjadi juara kelas? Kemanakah mereka yang sering menjadi kebanggaan guru? Mengapa bukan mereka yang saat ini kita lihat di media massa seperti koran, majalah, atau televisi?
Mereka yang sering muncul di media massa, menjadi ilmuwan terkemuka,seniman berpengaruh, ekonom atau bahkan CEO cemerlang, ternyata banyak sebagian besar dulunya bukan siswa yang paling pintar di sekolahnya. Malcolm Gladwel (2008) dalam bukunya The Outliers menemukan bahwa para penerima hadiah Nobel ternyata bukanlah orang-orang yang berIQ tinggi seperti yang diduga banyak orang. (Alhamduillah saya sempat membacanya saat bekerja di Vanaya).
Berdasarkan bukti-bukti ilmiah terbaru, sekarang ditemukan orang-orang yang melewati sekolahnya dengan mudah lebih berpotensi menjadi seorang ‘passenger’, penumpang kehidupan. Mereka sudah puas dengan apa yang dicapai masa lalu dan percaya ‘pintu’ masa depan akan datang dengan sendirinya menemui mereka. Apa yang ditemukan oleh Carol Dweck (2009) dalam Mindset sangat mengejutkan, anak-anak yang menemukan sesuatu dengan mudah atau mendapatkan kemudahan di sekolah atau cepat mendapat nilai A di kelasnya mempunyai tendensi memiliki fixed mindset.
Fixed mindset adalah cara berpikir yang terbentuk saat seseorang mendapatkan kemudahan yang membuatnya ingin berlindung dalam kemudahan itu. Akibatnya mereka terpatri dalam pikiran mereka bahwa hidupnya akan selalu mudah. Lalu mereka duduk manis di kursi penumpang. Hidup yang sudah selesai dan kurang menghargai proses belajar yang harus dilewati dengan kerja keras dan perjuangan.
Michalko (2011) dalam buku Creative Thinkering menyebutkan fixed mindset cenderung terbentuk pada orang-orang yang memiliki karakter high self-monitors. Orang-orang seperti ini perhatian utamanya adalah ‘terlihat hebat dan cerdas’. Mereka sangat peduli terhadap bagaimana orang lain melihat (baca: mengevaluasi) diri mereka. Bagi mereka, kemampuan adalah sesuatu yang tetap, statis, bawaan lahir atau bawaan sekolah. Mereka tidak percaya kalau orang lain yang tak secerdas mereka bisa berubah atau mengalahkannya. 
Dan tentu saja orang-orang ini berada pada pusat perhatian dan lama beradaptasi pada keadaan itu, karena kecerdasan melekat pada mereka, mereka harus bisa ditunjukkan. Masalahnya orang-orang seperti ini menurut Dweck punya kecenderungan membentuk cara pandang orang lain agar mereka terlihat hebat. Mereka punya kecendrungan atribusi eksternal, dalam arti tidak mampu melakukan sesuatu, mereka akan menyalahkan orang lain dan tidak mau mengakui kesalahannya.
Mereka menjadi seperti seorang looser dan beranggapan mengakui kekurangan adalah sebuah penghinaan terhadap kehormatan dan berarti mengakui dirinya tak berharga. Dan bila suatu tidak mudah, menuntut kerja keras atau bahkan terlalu lama proses yang harus dilalui maka ini mengancam citra diri, yang berati bisa dianggap tidak cerdas, tidak berbakat. Mereka hanya ingin terlihat hebat, sekalipun sudah tidak belajar hal-hal baru lagi. Maka bila orang-orang seperti ini diburu organisasi/perusahaan/komunitas/masyarakat, maka hal ini sama seperti berburu passengers
Passenger akan menjadi beban, sama seperti obesitas yang tubuhnya dipenuhi lemak. Adapun lemak adalah suatu pilihan, akan dibuang atau dikonversi menjadi energi. Menurut Dweck, mindset adalah sebuah belief, yang berarti, meski tidak mudah, ia dapat diubah menjadi growth mindset.
Berikut adalah karakter fixed mindset:
1. memiliki beliefs “saya adalah orang cerdas, hebat. Ingin terlihat berkinerja dan pandai.” tetapi untuk menjaga citra ini, mereka tidak menyukai tantangan-tantangan baru, dan hanya berbuat apa yang dikuasai saat ini.
2. kurang tekun menghadapi rintangan dan enggan menghadapi kesulitan.
3. terbiasa mendapatkan quick dan perfect performance. Tidak gigih berjuang.
4. tidak terbiasa menghadapi umpan balik negatif. Bagi mereka kritik terhadap hasil kerja atau kapabilitasnya adalah kritik terhadap pribadi. Cenderung mengabaikan kritik negatif dan mengisolasi dari orang-orang kritis.
5. tidak dapat menerima keberhasilan orang lain, karena dianggap keberuntungan. Lebih dari itu keberhasilan orang lain adalah ancaman bagi dirinya.
Karakter growth mindset:
1. bukan didasarkan external attributions, sehingga kalau mengalami kesulian (setbacks) tidak menyalahkan orang lain atau membuat alasan, melainkan siap mengoreksi diri, mengambil inisiatif.
2. rela mengambil resiko, tidak takut gagal sebab kegagalan bukan untuk orang lain. Kegagalan adalah hak kita untuk menghadapi tantangan, dan bila terjadi selalu berpikir ada yang bisa dijadikan pelajaran.
3. mereka percaya kecerdasan dapat ditumbuhkan karena otak memiliki kesamaan dengan otot, yaitu dapat dijadikan kuat dan besar asalkan dilatih. Latihan ditujukan untuk mendapatkan kemajuan.
Lantas, bagaimana melatih mindset kita agar menjadi growth mindset?  
1. pertama hadapi dan selalu miliki tantangan. Hidup yang tak berarti adalah hidup yang tak ada tantangan sama sekali. Dengan adanya tantangan, kita akan mejadi lebih kuat.
2. bertahan dalam menghadapi rintangan dan ujian.  Jangan biarkan ujian kecil menciutkan hati. Citra diri kita tidak ditentukan oleh keberhasilan atau kejatuhan, tetapi oleh kehormatan. Kegagalan adalah kesempatan utk belajar, demikian juga untuk kemenangan.
3. usaha dan kerja keras. Di zaman serba teknologi ini, kerja keras bukanlah hal yg harus ditinggalkan atau diganti oleh kerja cerdas. Tidak ada kerja cerdas tanpa kerja keras. Kerja keras adalah mutlak untuk menggembleng ketrampilan dan keunggulan.
4. kritik orang lain adalah sumber informasi, tentu tidak semua kritik baik untuk didengar, namun jangan ambil kritik sebagai serangan thdp pribadi. Jangan pula bekerja untuk menyenangkan orang yang mengkritik. Terimalah kritik sebagai konsultasi gratis.
5. datangilah orang-orang yang sukses dan bergurulah pada mereka. Semua orang berhak untuk berhasil.
*disarikan dari salah satu bab dalam buku Self Driving (Rhenald Kasali) oleh @IvanAhda dengan sedikit penyesuaian.

2 komentar:

  1. nice artikel, refleksi bagi si bintang kelas dan kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, senang bisa sharing informasi. Salam kenal.

      Hapus