Kamis, 21 Maret 2013

Berlarilah Sekuat Kau Mampu


Saya akan berbagi salah satu rutinitas saya. Sebagai penerima Beastudi Etos saya berhak dan wajib mengikuti seluruh pembinaan yang sudah disusun oleh para pendamping (semacam supervisor). Pembinaan-pembinaan tersebut disesuaikan dengan kurikulum dan visi misi Beastudi Etos. Salah satu bentuk pembinaanya adalah olahraga yang diimplementasikan dengan lari mengelilingi lapangan Gymnasium sebanyak lima kali untuk ikhwan (putera) dan tiga kali untuk akhwat (puteri). Pembinaan ini dilakukan setiap Minggu pagi. Sesekali dimajukan ke Sabtu pagi jika hari Minggu tidak memungkinkan. Tentu ada konsekuensi Etos counter jika tidak melaksanakannya.

Awalnya, saya malas melakukannya. Hal ini lebih karena saya sudah lama tidak melakukannya. Seiring berjalannya waktu, saya mulai menikmati pembinaan ini. Saya mulai menikmati saat saya sedang berlari.
Berlari memutar lapangan gymnasium seperti miniatur perjalanan hidup.

Untuk saat ini, saya hanya menargetkan waktu. Mungkin suatu saat akan saya tambah jumlah putarannya. Saya berusaha lari secepat mungkin. Meskipun begitu, saya yakin waktu yang saya perlukan tidak mungkin nol. Sama halnya dengan target-target yang sudah memenuhi dinding kamar saya. Tidak mungkin saya dapat meraih mereka jika saya tidak melakukan apapun, kecuali Allah lah yang menghendeki hal itu.

Setiap lari, saya selalu punya target. Saya harus berlari terus tanpa henti pada putaran pertama. Saat malas dan lelah menggoda, saya berteriak dalam hati, "JIKA SAYA MENYERAH HANYA PADA INI, BAGAIMANAN MUNGKIN SAYA BISA MENGHADAPI HAL YANG LEBIH BESAR?"

Kenapa putaran pertama?

Karena menurut saya, sebuah target harus memiliki persiapan yang matang. Awalan saya nilai cukup penting. Semacam batu loncatan untuk putaran berikutnya. Dan menurut saya, sebuah target akan lebih mudah mencapainya jika terget yang besar itu dipecah menjadi target-target yang lebih kecil. Saya percaya sebuah cita-cita yang besar dimulai sejak kita mulai memikirkannya. Dan pencapaian cita-cita yang besar itu dapat dicicil dari penyusunnya yang lebih kecil.

Misalkan saya menargetkan lolos SNMPTN Departemen Statistika, FMIPA IPB. Untuk mencapainya saya harus lebih dulu mencapai target belajar saya. Berapa buku yang harus saya baca, berapa soal yang harus saya kerjakan, dan sebagainya.

Kembali pada saat saya lari. Pada seperempat putaran terakhir, saya hanya fokus pada garis finish. Saya tak ingin mendengar mulut saya mengatakan keluhan. Lalu saya kembali berteriak dalam hati, "FOKUS PADA TARGET! TARGETKU SUDAH JELAS, AKU HANYA PERLU UNTUK MENCAPAINYA!"
Hal ini terbukti efektif, seketika energiku bertambah, tubuhku terasa ringan, dan tak lagi mendengar pikiran malas dan lelah.

Ada sebuah kisah yang saya baca dari sebuah buku, tapi saya lupa judul dan pengarangnya.
Suatu hari ada sebuah rombongan yang tersesat dalam sebuah gua. Setelah lama berjalan, rombongan tersebut tak juga menemukan jalan pulang. Rombongan tersebut merasa lelah dan memutuskan untuk beristirahat. Di tengah kelelahan, salah satu dari rombongan melihat ada secercah cahaya masuk ke dalam gua. Mereka sangat senang dan yakin itu adalah pintu keluar. Meskipun demikian cahaya tersebut sangat kecil, yang berarti jarak mereka ke sumber cahaya tersebut cukup jauh. Mereka tak mungkin menyerah, apalagi setelah mereka menemukan jalan keluar. Meskipun mereka telah menemukan jalan keluar, mereka tetap harus berjalan untuk mencapainya.

Saya percaya bahwa tidak ada hasil yang instan (kecuali kehendak Allah). Mie instan saja harus melalui beberapa proses untuk bisa disantap. Karena itu, saya mencoba berlari sekuat yang saya mampu.

Semangat pagi, Kawan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar